TUGAS
TERSTRUKTUR
TUGAS TATAP
MUKA KE-3 DAN KE-4
1. Menurut
Louis de Broglie bahwa electron mempunyai sifat gelombang sekaligus juga
partikel. Jelaskan keterkaitannya dengan teori mekanika kuantum dan orbital
molekul.
Penjelasan :
Louis de Broglie meneliti
keberadaan gelombang melalui eksperimen difraksi berkas elektron. Dari hasil
penelitiannya inilah diusulkan “materi mempunyai sifat gelombang di samping
partikel”, yang dikenal dengan prinsip dualitas.
Sifat partikel dan gelombang
suatu materi tidak tampak sekaligus, sifat yang tampak jelas tergantung
pada perbandingan panjang gelombang de Broglie dengan dimensinya serta dimensi
sesuatu yang berinteraksi dengannya.
Pertikel yang bergerak memiliki
sifat gelombang. Fakta yang mendukung teori ini adalah petir dan kilat.
Pernahkan Anda mendengar bunyi petir dan melihat kilat ketika hujan turun?
Manakah yang lebih dulu terjadi, kilat atau petir? . Kilat akan lebih dulu terjadi
daripada petir. Kilat menunjukan sifat gelombang berbentuk cahaya, sedangkan
petir menunjukan sifat pertikel berbentuk suara.
Hipotesis de Broglie dibuktikan
oleh C. Davidson an LH Giermer (Amerika Serikat) dan GP Thomas (Inggris).
Prinsip dualitas inilah menjadi titik pangkal berkembangnya mekanika kuantum
oleh Erwin Schrodinger.
Louis de Broglie mengemukakan bahwa
partikel juga bersifat sebagai gelombang. Dengan demikian, partikel mempunyai
panjang gelombang yang dinyatakan dengan persamaan berikut.
Lamda
= h/P = h/m.v
Keterangan:
l = panjang gelombang (m)
h = tetapan Planck (6,63 10-34 J.s)
p = momentum (m2s-1)
m = massa partikel (kg)
v = kecepatan partikel (ms-1)
2. Bila
absorpsi sinar UV oleh ikatan rangkap menghasilkan promosi electron ke orbital
yang berenergi lebih tinggi. Transisi electron manakah memerlukan energi
terkecil bila sikloheksana berpindah ke tingkat tereksitasi.
Penyelesaian :
Spektrofotometri
UV merupakan salah satu metode analisis yang dilakukan dengan pangjang
gelombang 100-400 nm atau 595–299 kJ/mol. Sinar ultraviolet atau sinar ungu
terbagi menjadi dua jenis yaitu :
·
Ultraviolet
jauh
·
Ultaviolet
dekat
Ultraviolet
jauh memiliki rentang panjang gelombang ± 10 – 200 nm, sedangkan ultraviolet
dekat memiliki rentang panjang gelombang ± 200-400 nm.
Cahaya UV tidak bisa dilihat oleh manusia, namun beberapa hewan, termasuk
burung, reptil dan serangga seperti lebah dapat melihat sinar pada panjang
gelombang UV.
Pada
spektrofotometer UV biasanya menggunakan lampu deuterium atau disebut juga
heavi hidrogen sebagai sumber cahaya. Deuterium merupakan salah satu isotop
hidrogen yang memiliki 1 proton dan 1 neutron pada intinya. Deuterium berbeda
dengan hidrogen yang hanya memiliki 1 neutron tanpa proton. Air yang atom
hidrogennya merupakan isotop deuterium dinamakan air berat (D2O).
Air
berat digunakan sebagai moderator neutron dan pendingin pada reaktor nuklir.
Deuterium juga berpotensi sebagai bahan bakar fusi nuklir komersial. Perlu
diketahui air berat yang dibekukan (es) dapat tenggelam dalam air karena massa
jenisnya lebih besar dari massa jenis air. Hal ini, tentu berbeda dengan es yang
dibuat dari air (H2O) yang mengapung bila dimasukan dalam air karena
massa jenisnya lebih kecil dari air.
Zat
yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri UV adalah zat dalam bentuk
larutan dan zat tersebut tidak tampak berwarna. Jika zat tersebut berwarna maka perlu
direaksikan dengan reagen tertentu sehingga dihasilkan suatu larutan tidak
berwarna. Namun biasanya zat yang berwarna lebih banyak dianalisis menggunakan
spektrofotometri sinar tampak. Senyawa-senyawa organik sebagian besar tidak
tidak berwarna sehingga spektrofotometer UV lebih banyak digunakan dalam
analisis senyawa organik khususnya dalam penentuan struktur senyawa organik.
Larutan-larutan tidak
berwarna yang dianalisis menggunakan spektrofotometer UV tidak boleh ada
partikel koloid ataupun suspensi. Karena
adanya partikel-partikel koloid ataupun suspensi akan memperbesar absorbansi,
akibatnya bila dihubungkan dengan rumus yang diturunkan dari hukum
Lambaert-Beer konsentrasi zat yang dianalisis makin besar dan
apabila digunakan untuk penentuan struktur suatu senyawa maka pita pada
spektrum akan melebar dari yang sesungguhnya.
Analisis
menggunakan sinar ultraviolet biasanya dilakukan menggunakan ultraviolet dekat,
sedangkan analisis menggunakan ultraviolet jauh maka instrumen yang digunakan
harus dalam keadaan vakum. Hal ini disebabkan jika digunakan ultraviolet jauh
maka udara akan ikut menyerap panjang gelombang yang digunakan. Akbatnya kesalahan yang dilakukan
makin fatal, karena jika udara ikut menyerap maka absorbansi yang dihasilkan
akan makin besar, jika hal ini dihubungkan dengan hukum Lamber-Beer maka
konsentrasi zat yang dianalisis lebih tinggi dari yang seharusnya. Perhitungan
konsentrasi suatu spesi yang ada dalam suatu larutan dapat dilakukan dengan
cara kurva
1. Penggunaan UV Untuk
Penentuan Struktur Molekul
Penggunaan UV untuk
analisis senyawa organik (penentuan struktur senyawa organik) terdapat beberapa
istilah yang biasa digunakan yaitu :
a. Kromofor. Kromofor berasal dari bahasa latin
yang artinya “chromophorus” yang berarti pembawa warna. Pada mulanya pengertian
kromofor digunakan untuk sistem yang menyebabkan terjadinya warna pada suatu
senyawa.
Kemudian diperluas menjadi suatu gugus fungsi yang mengabsorbsi radiasi
elektromagnetik, termasuk yang tidak memberikan warna. Jadi kromofor adalah
gugus fungsi yang menyerap atau mengabsorbsi radiasi elektromagnetik di daerah
panjang gelombang ultraviolet dan daerah cahaya tampak. Contoh kromofor: C=O,
C=C, N=N dan NO2.
b. Auksokrom (Auxochrom = auxiliary chromophores), yakni gugus yang berpengaruh
(namun sedikit) terhadap absorpsi UV, tetapi berdampak cukup signifikan pada
absorbansinya (lmaks dan e ). Contoh gugus auksokrom adalah : –OH,
–OR, dan –NHR. Secara umum gugus-gugus auksokrom dicirikan oleh adanya pasangan
elektron bebas yang terdapat pada gugus yang bersangkutan.
c. Geseran batokromat atau geseran batokromik (Bathochromic shift) atau geseran
merah, yakni geseran atau perubahan lmaks ke arah yang lebih besar.
Penyebab terjadinya peristiwa ini adalah adanya perubahan struktur, misalnya
adanya auksokrom atau adanya pergantian pelarut.
d. Geseran hipsokromat (Hypsochromic shift) atau pergeseran hipokromik atau pergeseran
biru, yakni geseran atau perubahan lmaks ke arah yang lebih kecil.
Munculnya gejala ini juga sering disebabkan oleh adanya penghilangan auksokrom
atau oleh adanya pergantian pelarut.
2. Transisi
Elektronik
Energi yang dimiliki sinar
UV mampu menyebabkan perpindahan elektron (promosi elektron) atau yang disebut
transisi elektronik. Transisi elektronik dapat diartikan sebagai perpindahan
elektron dari satu orbital ke orbital yang lain.
Disebut transisi elektronik
karena elektron yang menempati satu orbital dengan energi terendah dapat
berpindah ke orbital lain yang memiliki energi lebih tinggi jika menyerap
energi, begitupun sebaliknya elektron dapatberpindah dari orbital yang memiliki
energi lebih rendah jika melepaskan energi.
Energi yang diterima atau diserap berupa radiasi elektromagnetik.
Berdasarkan mekanika
kuantum transisi elektronik yang dibolehkan atau tidak dibolehkan (terlarang)
disebut kaidah seleksi. Berdasarkan kaidah seleksi, suatu transisi elektronik
termasuk:
·
Transisi
diperbolehkan bila nilai ε sebesar 103 sampai 106.
·
Transisi
terlarang bila nilai ε sebesar 10-3 sampai 103.
·
Selain
dengan melihat harga ε kaidah seleksi dapat dapat dinyatakan dengan simetri dan
spin. Berdasarkan simetri dan spin suatu transisi elektronik diperbolehkan
bila:
-
Berlangsung
antara orbital-orbital dalam bidang yang sama.
-
Selama
transisi orientasi spin harus tetap.
Dalam
satu molekul terdapat dua jenis orbital yakni Orbital Ikatan (bonding orbital) dan Orbital Anti-ikatan (antibonding orbital).
Orbital ikatan di bagi menjadi beberapa jenis yakni orbital ikatan sigma
(σ, = ikatan tunggal) dan orbital phi (π, = ikatan rangkap), sedangkan orbital
nonikatan berupa elektron bebas yang biasanya dilambangkan dengan n.
Orbital nonikatan umumnya terdapat pada molekul-molekul yang mengandung atom
nitrogen, oksigen, sulfur dan halogen.
Orbital
ikatan sigam (σ) dan orbital phi (π) terbentuk karena terjadinya tumpang tindih
dua orbital atom atau orbital-orbital hibrida. Dari dua orbital atom dapat
dibentuk dua orbital molekul yakni orbital ikatan dan orbital anti ikatan.
Dengan demikian jika suatu
molekul mempunyai orbital ikatan maka molekul tersebut mempunyai orbital anti
ikatan. Orbital anti-ikatan biasanya diberi notasi atau tanda asterisk atau
bintang (*) pada setiap orbital yang sesuai. Orbital ikatan α orbital
anti-ikatannya adalah α*, sedangkan orbital ikatan π orbital anti-ikatannya
adalah π*.
Transisi
elektronik atau perpindahan elektron dapat terjadi dari orbital ikatan ke
orbital anti-ikatan atau dari orbital non-ikatan (nonbonding orbital) ke
orbital anti-ikatan. Terjadinya transisi elektronik atau promosi elektron dari
orbital ikatan ke orbital antiikatan tidak menyebabkan terjadinya disosiasi
atau pemutusan ikatan, karena transisi elektronik terjadi dengan kecepatan yang
jauh lebih tinggi dari pada vibrasi inti. Pada
transisi elektronik inti-inti atom dapat dianggap berada pada posisi yang
tepat. Hal ini dikenal dengan prinsip Franck-Condon. Disamping itu dalam proses
transisi ini tidak semua elektron ikatan terpromosikan ke orbital antiikatan.
Berdasarkan jenis orbital
tersebut maka, jenis-jenis transisi elektronik dibedakan menjadi empat macam,
yakni:
·
Transisi
σ → σ*
·
Transisi
π → π*
·
Transisi
n → π* Transisi n → σ*
Keterangan
σ : senyawa-senyawa yang memiliki ikatan
tunggal
π : senyawa-senyawa yang memiliki ikatan
rangkap
n menyatakan orbital non-ikatan: untuk
senyawa-senyawa yang memiliki elektron bebas.
σ* dan π* merupakan orbital yang kosong
(tanpa elektron), orbital ini akan terisi elektron ketika telah atau bila
terjadi eksitasi elektron atau perpindahan elektron atau promosi elektron dari
orbital ikatan.
Energi yang diperlukan untuk menyebabkan
terjadinya transisi berbeda antara transisi satu dengan transisi yang lain.
Transisi σ ke σ* memerlukan energi paling besar, sedangkan energi terkecil
diperlukan untuk transisi dari n ke π. Untuk memberikan gambaran dan memudahkan
pemahaman tentang jenis transisi beserta perbandingan energi yang diperlukan
dapat dilihat pada gambar berikut:
Pada gambar di atas transisi dari σ ke π*
sebenarnya tidak ada. Transisi demikian dapat pula terjadi tapi sangat kecil
sehingga tidak dapat diamati pada spektrum atau spektra. Karena bertolak
belakang dengan kaidah seleksi. Pada setiap jenis transisi elektronik yang
terjadi, terdapat karakter dan melibatkan energi yang berbeda.
Suatu kromofor dengan pasangan elektron bebas (n) dapat menjalani transisi dari
orbital non-ikatan (n) ke orbital anti-ikatan, baik pada obital sigma bintang
(α*) maupun phi bintang(π*). Sedangkan, kromofor dengan elektron ikatan rangap
(menghuni orbital phi) akan menjalani transisi dari orbital π ke orbital π*.
Demikian seterusnya untuk jenis transisi yang lain.
Dalam penentuan struktur molekul, tansisi σ →
σ* tidak begitu penting karena puncak absorbsi berada pada daerah ultraviolet
vakum yang berarti tidak terukur oleh peralatan atau instrumen pada umumnya. Walaupun
transisi π→π* pada ikatan ganda terisolasi mempunyai puncak absorbsi di daerah
UV vakum tetapi transisi π→π* tergantung pada konjugasi ikatan ganda dengan
suatu gugus fungsi substituen.
Akibatnya transisi π→π* pada ikatan ganda terkonjugasi mempunyai puncak
absorbsi pada daerah ultraviolet dekat, dengan panjang gelombang lebih besar
dari 200 nm. Dengan demikian transisi yang penting dalam penentuan struktur
molekul adalah transisi π→π* serta beberapa transisi n→π* dan n→σ*. Anaslisis
menggunakan spektrofotometer UV, senyawa-senyawa dengan kromofor yang sama,
misalnya sama-sama ada ikatan rangkap atau ada elektron bebas, maka akan
memberikan spektrum yang sama atau hampir sama walaupun strkturnya molekulnya
berbeda. Contoh dapat di lihat
pada gambar berikut.
Pola
pita absorpsi UV untuk dua senyawa dengan kromofor yang sama.
Pengaruh ikatan konjugasi pada lmaks Sesuai dengan uraian tentang transisi π→π*
pengaruh adanya ikatan konjugasi pada suatu struktur yang mempunyai ikatan π
adalah menggesar lmaks ke nilai yang lebih besar atau pergeseran
batokromat.Perpanjangan ikatan rangkap tekonjugasi menggeser λmaks ke arah
makin besar karena makin mudah menjalani terjadinya transisi π→π* sehingga
transisi ini hanya memerlukan energi yang kecil (panjang gelombang besar).
Terjadinya pergeseran lmaks karena orbital π masing-masing ikatan π
berinteraksi membentuk seperangkat orbital ikatan dan anti ikatan yang baru.
Orbital-orbital baru tersebut mempunyai tingkat energi yang berbeda dengan orbital
dalam ikatan ganda yang terisolasi. Diagram skematik perbedaan pola transisi π→
π*pada satu ikatan rangkap C=C dan ikatan rangkap C=C terkonjugasi ditunjukan
pada gambar berikut.
Gambar
Pola transisi elektronik suatu diena dan diena terkonjugasi
Bila
sistem konjugasi semakin panjang atau jumlah ikatan rangkap terkonjugasi semakin
banyak maka perbedaan energi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi
yang melibatkan transisi π→π* akan semakin kecil. Dengan demikian sistem konjugasi
bertambah panjang maka energi yang diperlukan untuk transisi π→π* semakin
kecil, sehingga puncak absorbsi akan terjadi pada panjang gelombang yang
semakin besar.
Perlu
ditekankan, makin panjang konjugasi makin tidak “aktif” daerah UV, tetapi makin aktif pada daerah Visible.
Misalnya, untuk delapan atau lebih ikatan rangkap terkonjugasi, maka absorpsi
maksimum pada poliena yang demikian mengabsorpsi secara kuat di daerah spektrum
visible.
Selain
dengan perpanjangan sistem ikatan π, adanya substituen tertentu yang juga dapat
menggeser lmaks ke panjang gelombang yang lebih besar atau
menyebabkan geseran batokromat. Substituen
tersebut dapat berupa gugus atau atom, misalnya gugus metil atau atom halogen.
Khusus untuk konjugasi oleh metil dikenal sebagai hiperkonjugasi.
Pengaruh pelarut pada lmaks
Suatu
senyawa yang diukur atau akan ditentukan strukturnya biasanya dalam bentuk
encer.
Pelarut yang biasa digunakan pada spektrofotometer UV adalah pelarut yang tidak
mengabsorbsi atau transparan pada panjang gelombang UV.
Pelarut
yang biasa digunakan pada spektrofotometer adalah etanol karena sifatnya yang
transparan terhadap UV di atas 210 nm. Selain itu heksana (transparan di atas
210 nm), air (transparan di atas 205) dan dioksana juga sering digunakan
sebagai pelarut pada spektrofotometer UV.
Air
dan etanol termasuk pelarut polar
sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat polar sedangkan heksana
termasuk pelarut nonpolar
sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar, sesuai
prinsip “Like Dissolve Like“.
Penggunaan
pelarut dengan kepolaran yang berbeda menyebabkan posisi puncak absorbsi suatu
senyawa bergeser. Dengan kata lain kepolaran pelarut berpengaruh pada lmaks
suatu senyawa.
Kepolaran
pelarut mempengaruhi λmaks karena kepolaran molekul biasanya berubah jika suatu
elektron bergerak dari satu orbital ke orbital lainnya. Pengaruh pelarut
biasanya mencapai hingga 20 nm jika digunakan pelarut senyawa-senyawa karbonil.
Pada
umumnya transisi π→π* menghasilkan keadaan tereksitasi yang lebih polar dari
keadaan dasar molekul itu. Interaksi dipol-dipol antara molekul dalam keadaan
tereksitasi dengan molekul-molekul pelarut yang polar, menyebabkan tingkat
energi molekul dalam keadaan tereksitasi menjadi turun.
Akibatnya
transisi π→π* suatu molekul dalam pelarut polar memerlukan energi yang lebih
kecil dari transisi π→π* molekul itu dalam pelarut nonpolar. Pergantian pelarut
heksana dengan etanol menggeser lmaks suatu senyawa ke nilai yang
lebih besar dengan pergeseran sebesar 10–20 nm.
Untuk
membantu memahami bagaimana suatu pelarut polar dapat menstabilkan suatu
keadaan tereksitasi, dapat diambil contoh di sini adalah transisi π→π* dalam
alkena. Pernyataan spesies pada keadaan dasar dan keadaan tereksitasi dengan
konsep sederhana melalui struktur resonansinya sehingga membentuk spesies
dipolar (lihat Gambar). Kondisi struktur sebenarnya pada Gambar bukan sebagai keadaan tereksitasi
tetapi memberikan kontribusi untuk suatu struktur keadaan tereksitasi.
Gambar Struktur resonansi keadaan dasar dan
eksitasi untuk alkena
Transisi
n→π*, pada keton menunjukan pengaruh yang berlawanan. Molekul-molekul pelarut
yang mampu mengadakan ikatan hidrogen berinteraksi lebih kuat dengan molekul
pada keadaan dasar daripada dengan molekul pada keadaan tereksitasi.
Transisi
n→π* molekul keton dalam pelarut air atau etanol (dalam pelarut polar) terjadi
geseran biru (geseran hipsokromat) atau transisi dalan kedua pelarut polar
tersebut memerlukan energi yang lebih besar (panjang gelombang lebih kecil)
daripada transisi n→π* molekul keton dalam pelarut heksana.
Hal
ini disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen antara molekul air atau etanol
dengan molekul keton pada keadaan dasar. Akibatnya transisi n→π* molekul keton
dalam pelarut air atau etanol memerlukan energi yang lebih besar (lmaks
yang lebih kecil).
jelaskan mengapa semakin panjang konjugasi makin tidak “aktif” daerah UV, tetapi makin aktif pada daerah Visible
BalasHapusKarena adanya perpanjangan sistem ikatan π dan adanya substituen tertentu yang juga dapat menggeser lmaks ke panjang gelombang yang lebih besar atau menyebabkan geseran batokromat. Substituen tersebut dapat berupa gugus atau atom, misalnya gugus metil atau atom halogen. Khusus untuk konjugasi oleh metil dikenal sebagai hiperkonjugasi.
HapusKarena adanya perpanjangan sistem ikatan π dan adanya substituen tertentu yang juga dapat menggeser lmaks ke panjang gelombang yang lebih besar atau menyebabkan geseran batokromat. Substituen tersebut dapat berupa gugus atau atom, misalnya gugus metil atau atom halogen. Khusus untuk konjugasi oleh metil dikenal sebagai hiperkonjugasi.
Hapusapa yang membedakan zat larutan berwarna dengan zat larutan tidak berwarna yang digunakan untuk menganalisis spektrofotometri UV?
BalasHapusZat yang dapat dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis yaitu zat dalam bentuk larutan dan zat yang tampak berwarna maupun berwarna. Jenis spektroskopi UV-Vis terutama berguna untuk analisis kuantitatif langsung misalnya kromofor, nitrat, nitrit dan kromat sedangkan secara tak langsung misalnya ion logam transisi.
HapusLangkah-langkah utama dalam analisa dengan sinar UV/Vis
1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV/Vis.
2. Harus dilakukan jika senyawa yang dianalisa tidak melakukan penyerapan didaerah UV/Vis.
3. Senyawa harus diubah menjadi bentuk lain yang dapat melakukan penyerapan pada daerah yang dimaksud. Misalnya mengubah menjadi berwarna atau tidak berwarna.
4. Pemilihan panjang gelombang agar diperoleh panjang gelombang maksimum.
5. Pembuatan kurva kalibrasi. Untuk keperluan ini dibuat sejumlah larutan standar dengan berbagai konsentrasi.
6. Absorbans larutan standart ini diukur kemudian dibuat grafik A versus C.
7. Hukum Lambert Beer terpenuhi, jika grafik berbentuk garis lurus yang melalui titik nol.
8. Pengukuran sampel dilakukan pada kondisi yang sama seperti pada larutan standart.
kenapa Kepolaran pelarut mempengaruhi λmaks?
BalasHapusKepolaran pelarut mempengaruhi λmaks karena kepolaran molekul biasanya berubah jika suatu elektron bergerak dari satu orbital ke orbital lainnya. Pengaruh pelarut biasanya mencapai hingga 20 nm jika digunakan pelarut senyawa-senyawa karbonil.
HapusPada umumnya transisi π→π* menghasilkan keadaan tereksitasi yang lebih polar dari keadaan dasar molekul itu. Interaksi dipol-dipol antara molekul dalam keadaan tereksitasi dengan molekul-molekul pelarut yang polar, menyebabkan tingkat energi molekul dalam keadaan tereksitasi menjadi turun.
Akibatnya transisi π→π* suatu molekul dalam pelarut polar memerlukan energi yang lebih kecil dari transisi π→π* molekul itu dalam pelarut nonpolar. Pergantian pelarut heksana dengan etanol menggeser lmaks suatu senyawa ke nilai yang lebih besar dengan pergeseran sebesar 10–20 nm.
Apakah energi yang menyebabkan transisi sama untuk setiap kukit, kalau berbeda kenapa?
BalasHapusBerbeda.Kamu dapat memahami fakta bahwa ketika tabel periodik disusun, orbital 4s lebih dahulu diisi sebelum orbital-orbital 3 d. Hal ini karena pada atom kosong, orbital 4s memiliki energi yang lebih rendah dibandingkan orbital-orbital 3d.
BalasHapusAkan tetapi, sekali elektron menempati orbitalnya, terjadi perubahan tingkat energi – dan ini terjadi pada semua unsur-unsur transisi, orbital 4s berkedudukan paling luar, tingkat energi orbital paling tinggi.
Urutan yang terbalik dari orbital-orbital 3d dan 4s hanya dapat digunakan untuk menempatkan atom pada tempat pertama. Dalam mematuhi aturan, kamu memperlakukan elektron- elektron 4s sebagai elektron-elektron paling luar.
Ingat ini:
Ketika unsur-unsur blok d membentuk ion, elektron-elektron 4s menghilang terlebih dahulu.
berikan contoh dari kehidupan sehari hari dari apa yang telah anda bahas diatas
BalasHapus